"Malaikat Jibril AS pernah mengingatkan Rasulullah SAW dengan wasiatnya: "Hiduplah kamu sebagaimana kamu kehendaki. Tetapi ingat, bahawa kamu akan mati. Dan cintailah sesiapa yang engkau kehendaki. Tetapi ingat, bahawa engkau akan berpisah dengannya. Dan buatlah apa sahaja yang engkau kehendaki. Tetapi awas, kamu akan dibalas atas apa yang kamu lakukan itu. Dan ketahuilah bahawasanya kemuliaan orang beriman terletak pada qiamullailnya dan kehebatannya bila dia tidak bergantung kepada orang lain.""
- Hadits riwayat Al-Hakim dan Abu Naim
Thursday, March 31, 2011
Wednesday, March 30, 2011
The Conversation Between Abu Bakr And Ali
"At times, when someone we love praises someone else, it creates a feeling of jealousy and envy. But imagine loving someone so much that you love and respect those whom they love and respect, even if it be over and above you.
The following conversation between Abu Bakr (ra) and Ali (ra) is an example of that.
It is recorded in Sunan ad-Daarimi, upon the authority of Abu Hurayrah (ra) that both Abu Bakr (ra) and Ali (ra) arrived at the door of Prophet Muhammad (saw) and Abu Bakr (ra) said,
“Ya Ali, you go first.”
Ali (ra) replied, “Please you go before me.” Ali (ra) then said, “I will never go in front of a man of whom the messenger said the sun never rises or sets on any better man than Abu Bakr.”
Abu Bakr (ra) replied, “How can I go before whom the messenger said the best woman (Fatima) was given to the best man.”
Ali (ra) then said, “I will never enter before a person whom the messenger said on the day of judgement a call will come from Almighty Allah saying “O
Abu Bakr! You and the ones that love you enter Jannah!’”
Abu Bakr (ra) replied, “I will never go before you because you will come rising on the day of judgement and it will be said that “he was a good man, a good brother and a good father”.”
So Ali then said, “I will never go before you when the prophet said, ‘If the imaan of Abu Bakr was placed on one side of the scale and the imaan of the ummah on the other the imaan of Abu Bakr would outweigh it’.”
Abu Bakr (ra) replied, “I cannot go before the one who the prophet said on the day of judgement “Ali will come with his wife Fatima and their two children riding on a camel and the people will “Who is this O Prophet?” and the reply will be given, “This is the one whom Allah loves.””
Ali (ra) then replied that the messenger said, “Allah said, “The one who brought sideq was rasoolullah and the sideeq is the one that follows.”
Jibreel (as) was then instructed to go to Muhammad (saw) and say, “Allah sends His salam and all the malaaika are listening to the conversation between Abu Bakr and Ali go out and be the third one to resolve it! Allah (swt) sends his special rahma and has built a fence of imaan and adab between them.” (Meaning they are the people of adab)
The prophet then came out and kissed both of them and said, “By the one in whose hand lays my soul – if the sea was ink and the trees pens and the creations of the heavens and the earth were writing they would never be able to write about your virtues nor describe your words.”"
What a meaningful conversation! Penuh dengan adab-adab yang patut dicontohi semasa tani berukhuwwah. :)
Taken from:
http://www.thebelovedmessenger.com/?p=715
The following conversation between Abu Bakr (ra) and Ali (ra) is an example of that.
It is recorded in Sunan ad-Daarimi, upon the authority of Abu Hurayrah (ra) that both Abu Bakr (ra) and Ali (ra) arrived at the door of Prophet Muhammad (saw) and Abu Bakr (ra) said,
“Ya Ali, you go first.”
Ali (ra) replied, “Please you go before me.” Ali (ra) then said, “I will never go in front of a man of whom the messenger said the sun never rises or sets on any better man than Abu Bakr.”
Abu Bakr (ra) replied, “How can I go before whom the messenger said the best woman (Fatima) was given to the best man.”
Ali (ra) then said, “I will never enter before a person whom the messenger said on the day of judgement a call will come from Almighty Allah saying “O
Abu Bakr! You and the ones that love you enter Jannah!’”
Abu Bakr (ra) replied, “I will never go before you because you will come rising on the day of judgement and it will be said that “he was a good man, a good brother and a good father”.”
So Ali then said, “I will never go before you when the prophet said, ‘If the imaan of Abu Bakr was placed on one side of the scale and the imaan of the ummah on the other the imaan of Abu Bakr would outweigh it’.”
Abu Bakr (ra) replied, “I cannot go before the one who the prophet said on the day of judgement “Ali will come with his wife Fatima and their two children riding on a camel and the people will “Who is this O Prophet?” and the reply will be given, “This is the one whom Allah loves.””
Ali (ra) then replied that the messenger said, “Allah said, “The one who brought sideq was rasoolullah and the sideeq is the one that follows.”
Jibreel (as) was then instructed to go to Muhammad (saw) and say, “Allah sends His salam and all the malaaika are listening to the conversation between Abu Bakr and Ali go out and be the third one to resolve it! Allah (swt) sends his special rahma and has built a fence of imaan and adab between them.” (Meaning they are the people of adab)
The prophet then came out and kissed both of them and said, “By the one in whose hand lays my soul – if the sea was ink and the trees pens and the creations of the heavens and the earth were writing they would never be able to write about your virtues nor describe your words.”"
What a meaningful conversation! Penuh dengan adab-adab yang patut dicontohi semasa tani berukhuwwah. :)
Taken from:
http://www.thebelovedmessenger.com/?p=715
Monday, March 28, 2011
Sunday, March 27, 2011
Satu Daripada Kelebihan Memuliakan Rasulullah SAW
Jika orang kafir seperti Abu Lahab,
Yang jelas mengecam Nabi Muhammad (SAW),
Celaka kedua-dua belah tangannya,
Dan kekal di dalam neraka,
Dikabarkan bahawa setiap hari Isnin,
Dia diringankan sedikit seksanya,
Hanya kerana kegembiraannya,
Dengan kelahiran Nabi Muhammad (SAW),
Maka tidak dapat dibayangkan,
Dengan orang yang sepanjang hayatnya,
Gembira dengan Nabi Muhammad (SAW),
Dan mati pula dalam bertauhid kepada Allah.
- Bait-bait syair Al-Hafiz Syamsuddin Muhammad bin Nashiruddin Al-Dimasyqi
Yang jelas mengecam Nabi Muhammad (SAW),
Celaka kedua-dua belah tangannya,
Dan kekal di dalam neraka,
Dikabarkan bahawa setiap hari Isnin,
Dia diringankan sedikit seksanya,
Hanya kerana kegembiraannya,
Dengan kelahiran Nabi Muhammad (SAW),
Maka tidak dapat dibayangkan,
Dengan orang yang sepanjang hayatnya,
Gembira dengan Nabi Muhammad (SAW),
Dan mati pula dalam bertauhid kepada Allah.
- Bait-bait syair Al-Hafiz Syamsuddin Muhammad bin Nashiruddin Al-Dimasyqi
Friday, March 25, 2011
"Pesanan yang ditinggalkan oleh Sultan Sharif Ali yang mengingatkan kepada orang Brunei supaya tiap-tiap sesuatu pekerjaan yang dibuat hendaklah diniatkan semata-mata kerana Allah SWT untuk mendapatkan keredhaan-Nya."
- Pesanan Sultan Sharif Ali. Dipetik dari buku Sejarah Sultan-Sultan Brunei Menaiki Takhta, Pehin Jamil Al-Sufri
- Pesanan Sultan Sharif Ali. Dipetik dari buku Sejarah Sultan-Sultan Brunei Menaiki Takhta, Pehin Jamil Al-Sufri
Monday, March 21, 2011
Sunday, March 20, 2011
Muhasabah For 20/3/2011
"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung." - Suroh An-Nahl, ayat 116
"Sesiapa yang berkata mengenai al-Qur'an dengan pandangannya sendiri, maka sediakanlah tempatnya dalam neraka. Sesiapa yang berkata mengenai al-Quran dengan pendapatnya sendiri lalu ia betul, sesungguhnya ia adalah salah.” - Hadits riwayat At-Tirmidzi (daripada Ibnu 'Abbas), An-Nasa'i dan Abu Daud
"Mana bumi untukku dan mana langit yang sanggup melindungiku sekiranya aku memperkatakan tentang kitab Allah perkara yang aku tidak ketahui." - Sayyidina Abu Bakr RA
"Sesiapa yang berkata mengenai al-Qur'an dengan pandangannya sendiri, maka sediakanlah tempatnya dalam neraka. Sesiapa yang berkata mengenai al-Quran dengan pendapatnya sendiri lalu ia betul, sesungguhnya ia adalah salah.” - Hadits riwayat At-Tirmidzi (daripada Ibnu 'Abbas), An-Nasa'i dan Abu Daud
"Mana bumi untukku dan mana langit yang sanggup melindungiku sekiranya aku memperkatakan tentang kitab Allah perkara yang aku tidak ketahui." - Sayyidina Abu Bakr RA
Saturday, March 19, 2011
Friday, March 18, 2011
Thursday, March 17, 2011
Ghost Island: Apocalyptic Scenes In Tsunami Worst-Hit Japan Areas
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak dari kesalahan-kesalahanmu...” - Surah Asy-Syura,ayat 30
Wednesday, March 16, 2011
Memperkasa Undang-Undang Islam (Titah Penuh Baginda Sultan Semasa Mesyuarat Majlis Ugama Islam Brunei, Rabu, 16 Mac 2011)
"Hadir beta di Persidangan Majlis Ugama Islam pagi ini adalah selaku hamba Allah yang dilantik menjadi raja dan kepala negara serta ketua kerajaan bagi Negara Brunei Darussalam.
Selaku raja, kepala negara dan juga ketua kerajaan Beta adalah bertanggungjawab di hadapan Allah bersama dengan para pembantu Beta dalam Negara dan dalam kerajaan.
Maka atas asas inilah apa-apa jua yang akan Beta luahkan pada pagi ini adalah demi untuk mencari keredaan Allah jua, tidak ada yang lain daripada itu.
Negara Brunei Darussalam adalah sebuah negara tua, menjadi Negara Islam semenjak dari sultan pertamanya lagi, Sultan Muhammad Syah, Tahun 1363-1402 M, sekitar sebelum 200 tahun setelah zaman Baginda, Brunei mulai menggubal undang-undangnya sendiri yang dikenali sebagai "Hukum Kanun Brunei."
Undang-undang ini dipercayai telahpun ditulis pada zaman pemerintahan Sultan Muhammad Hassan, tahun 1582-1598 M dan sempurna dilaksanakan serta dikuatkuasakan dalam zaman pemerintahan Sultan Abdul Jalilul Akbar, tahun 1598-1659 dan diteruskan lagi sebagai menjunjung wasiat daripada Sultan Abdul Jalilul Akbar oleh anakanda Baginda, Sultan Abdul Jalilul Jabbar tahun 1659-1660.
Ini menunjukkan Hukum Kanun Brunei pernah menjadi undang-undang dasar kepada Brunei dalam makna undang-undang ini telah pernah berjalan dengan luasnya di Negara Brunei Darussalam sehingga sampai kepada kedatangan dan campurtangan Inggeris kemudian ini turut diakui oleh orang Inggeris sendiri yang datang ke Brunei pada 1871 M.
Apa dia kandungan Hukum Kanun Brunei itu? Menurut para pengkaji ia adalah berasaskan undang-undang Islam di samping terdapat unsur undang-undang adat Melayu. Ia terdiri daripada lebih 40 fasal dan lebih separuh adalah mengandungi unsur-unsur Islam antaranya termasuk juga Undang-Undang Jenayah Syarak. Mengenai perkara undang-undang ini, Beta telahpun memperkenankan penubuhan sebuah jawatankuasa yang diberi nama Jawatankuasa Mensesuaikan Undang-undang Dengan Kehendak Ugama tertubuh dari tahun 1980 lagi, sudah berlalu 30 tahun usianya.
Di dalam satu munasabah, Beta pernah bertitah bunyinya "Dengan rasa keimanan yang bulat terdapat peraturan dan undang-undang Allah, maka Beta telah memperkenankan penubuhan mahkamah-mahkamah syariah sehingga ke tahap setinggi-tingginya, bagi menangani bukan saja pentadbiran undang-undang keluarga malahan juga di ketika yang sesuai dan munasabah akan juga mengendalikan Kanun Jenayah Islam (Islamic Criminal Act) selengkapnya, sebagaimana yang dituntut oleh Allah Ta'ala.
Beta penuh yakin niat yang baik ini akan menjadi sumber berkat kepada negara serta rakyat yang berlindung di dalamnya. Titah Beta bertarikh 15 Julai 1996 bersempena Hari Keputeraan Beta Ke-50 Tahun.
Dua sistem perundangan dan dua sistem kehakiman dengan berlakunya campurtangan Inggeris dan seterusnya menjadi kuasa penaung di Brunei telah menjadikan perundangan di Brunei turut mengalami perubahan, dengan Undang-Undang Islam yang luas dan menyeluruh tadi telah disempitkan menjadi cuma tinggal Undang-Undang Mal dan Keluarga saja berbanding Mahkamah Sivil yang ditubuhkan oleh Inggeris mempunyai bidang kuasanya yang lebih luas dan natijah daripada ini Brunei sekarang telah mewarisi dua sistem perundangan dan dua sistem kehakiman, syarak dan sivil.
Bagaimanapun, bagi perundangan dan kehakiman syarak yang ada ini, sudahkah ia memenuhi semua tuntutan syarak mengenainya? Jika belum, persoalan kita ialah Negara ini adalah Negara Islam, rajanya juga Islam, majoriti rakyatnya Islam dan kuasa memerintah juga di tangan orang Islam.
Atas kedudukan seperti ini dari segi tuntutan syarak apakah kita sudah boleh menganggap yang diri kita ini telah memenuhi tuntutan tersebut khasnya dalam bidang perundangan.
Apakah kita sudah boleh berpuas hati untuk menganggap bahawa kita ini telah memenuhi tuntutan syarak sehingga tidak perlu lagi risau akan tuntutan atau dituntut atau disoal oleh Allah di kemudian hari kelak?
Dalam makna apakah kita sudah layak untuk menganggap diri kita boleh terlepas dari risiko pahit seperti yang disebut oleh Al-Quran, Firman Allah Ta'ala:
Surah Al-Ma'idah Ayat 44 tafsirnya, "Barangsiapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah dalam makna mengingkarinya maka mereka itu adalah orang-orang kafir."
Surah Al-Ma'idah Ayat 45 tafsirnya, "Barangsiapa yang tidak menghukum dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim."
Surah Al-Ma'idah Ayat 47 tafsirnya, "Barangsiapa yang tidak menghukum dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik."
Apakah kita sudah boleh berpuas hati dan yakin bahawa kita dalam kedudukan sekarang ini akan dapat terlepas daripada amaran-amaran Allah itu?
Dengan segala kejujuran terhadap Allah, kita rasanya belumlah dapat membuat pengakuan berpuas hati memandangkan kita sekarang baru memiliki akta undang-undang biasa saja tanpa belum lagi secara khusus memiliki akta undang-undang jenayah syariah.
Tidakkah dengan kedudukan kita seperti ini kita masih saja diambang harus untuk menerima akibat buruk seperti yang disebut oleh ayat-ayat tersebut di atas kerana kita dalam perkara perundangan hanya baru masih memenuhi sebahagian saja tuntutan syarak sementara sebahagiannya lagi belum.
Walhal di sana ada peringatan Allah dalam Surah Al-Baqarah Ayat 85 tafsirnya, "Adakah patut kamu hanya akan percaya kepada sebahagian dari isi kitab Allah dan mengingkari sebahagian yang lain. Maka tiadalah balasan bagi sesiapa yang berbuat demikian itu di antara kamu melainkan hanyalah kehinaan ketika hidup di dunia jua dan pada hari kiamat pula akan ditolak ke dalam azab seksa yang sangat berat, dan ingatlah Allah sesekali tidak lalai dengan apa-apa yang kamu lakukan."
Pada hemat Beta, dengan kita mempunyai dua sistem perundangan dan dua sistem kehakiman, syarak dan sivil, adalah tiada masalah jika ia dikekalkan berjalan seiring.
Yang sivil saja kita sudah banyak mensesuaikan dengan kehendak ugama, lagipun bukan semua sivil itu bertentangan dengan syarak. Mana-mana yang tidak bertentangan dengan syarak kita kekalkan ia, sementara yang bertentangan saja kita sesuaikan dengan kehendak syarak.
Matlamat kita cuma untuk mencari yang terbaik di dunia dan di akhirat.
Khusus mengenai Undang-Undang Jenayah Syarak, hanya ini saja lagi yang kita masih menelitinya.
Pada hemat Beta, Akta Jenayah Syarak tidak akan ada masalah jika kita memilikinya, di samping terus mengekalkan apa yang ada.
Kita perlu menelitinya dengan alasan-alasan berikut:
Kerana ia adalah undang-undang Allah dan kita dituntut supaya melaksanakannya. Kita selaku hamba yang beriman tidak ada pilihan lain melainkan wajib mentaati suruhan Allah.
Brunei bukanlah baru dengan Undang-Undang Allah tetapi sejak sebelum Abad Ke-17 lagi sudah pun memakainya, hanya oleh kerana campurtangan dari kuasa asing maka Brunei terpaksa atau lebih tepat dipaksa untuk meninggalkannya.
Sekarang Brunei sudah pun merdeka, berkuasa penuh untuk menguruskan dirinya sendiri dan dengan kuasa memerintah pula berada dalam tangan orang Islam, maka tidakkah bagi penguasa Islam dan umat Islam yang bernaung di bawahnya wajib untuk mengembalikan semula Undang-Undang Allah itu di bumi ini.
Kalau tidak, bererti kita semua berdosa dan akan ditanya di akhirat kelak.
Dalam masa jika Brunei memiliki undang-undang jenayah syariahnya ia juga boleh terus mengekalkan undang-undang yang sedia ada. Malah ia adalah mustahak. Mengapa? Kerana ke arah perlaksanaan Undang-Undang Jenayah Syarak itu bukanlah suatu perkara yang mudah tetapi amat sukar. Mengapa ia sukar? Kerana syarat-syaratnya terlampau ketat.
Seperti syarat keterangan bagi pensabitan satu-satu kes ia sungguh susah untuk dipenuhi. Misalnya bagi jenayah zina mesti ada 4 orang saksi lelaki Islam yang adil, yang mengaku menyaksikan keluar masuk alat lelaki ke dalam alat perempuan, yakni keempat-empat saksi itu mestilah sama-sama melihat keadaan dan perkara itu.
Jika tiga saksi saja misalnya yang melihat dan yang seorang lagi tidak, maka ini dianggap tidak memadai.Begitulah ketatnya syarat-syarat kesaksian bagi jenayah syarak itu sehingga ada yang menganggapnya sebagai mustahil untuk dapat memperolehnya.
Dalam masa yang sama kesusahan ini terjadi adalah sebagai rahmat Allah jua kepada manusia untuk menutupi aib manusia.
Walaupun ia tidak mudah dilaksanakan atau seperti mustahil untuk dapat dilaksanakan namun ia tetap dituntut untuk kita mempunyainya Akta Jenayah Syarak itu. Jika tidak pun tidak dapat dilaksanakan dalam keadaan-keadaan biasa tetapi mungkin dalam keadaan luar biasa yang tidak diduga seperti misalnya seorang mengaku berzina dan minta untuk diadili dengan undang-undang syarak maka pada ketika itulah akta ini diperlukan.
Tetapi bayangkan kalau kita tidak mempunyai, dengan apakah kita akan menyelesaikan masalah ini?
Mengingat sukarnya Undang-Undang Jenayah Syarak itu untuk dapat dilaksanakan tidakkah pula masih relevan jadinya undang-undang yang sedia ada sekarang dikekalkan dulu.
Mana-mana kes Jenayah Syarak akan dinilai terlebih dulu sama ada boleh, sesuai, mencukupi syarat-syarat untuk ditangani dengan Akta Jenayah Syarak ataupun tidak. Kalau tidak maka ia akan ditangani dengan undang-undang biasa yang ada sekarang, tetapi setelah ia dirujuk kepada Undang-undang Syarak terlebih dulu.
Ini berbeza dengan keadaan sekarang. Kita sekarang belum ada lagi mempunyai Akta Jenayah Syarak, makanya apabila ada kes, kita akan terus saja menangani dengan undang-undang biasa yang ada itu padahal Undang-Undang Syaraknya ada berupa Nas tersebut dalam Al-Quran dan dituntut kita melaksanakannya.
Apakah cara kita selama ini betul dan dibenarkan oleh syarak? Beta pulangkan kepada ahli-ahlinya.
Pada hemat Beta, untuk menangani jenayah sekarang itu kita wajar mempunyai akta sendiri yang benar-benar merujuk kepada hukum syarak, sementara akta yang ada sekarang juga dikekalkan untuk menangani sekiranya kes itu tidak sesuai atau tidak mencukupi syarat untuk ditangani dengan undang-undang syarak.
Kerana jika tidak begitu semua kes boleh dibatalkan begitu saja dan ini tentu akan mengundang kepada keadaan-keadaan tidak menentu di dalam masyarakat di mana semua tangkapan-tangkapan misalnya di bawah Bab-bab 177 dan 178 Akta Majlis Ugama Islam dan Mahkamah-Mahkamah Kadi Penggal 77 tidak boleh berjalan, dan jika tidak boleh berjalan ertinya jenayah-jenayah khalwat dan zina akan berleluasa jadinya.
Maka dengan itu Beta berpendapat akta yang ada masa ini pun masih relevan untuk dikekalkan di samping kita perlu juga ada Akta Jenayah Syarak sebagai middlenya bagi masa-masa tertentu, ia masih boleh dipakai.
Mudah-mudahan dengan cara ini Allah akan melapangkan kita daripada azabnya kerana tidak melaksanakan undang-undang.
Adapun tentang istilah atau nama bagi undang-undang Jenayah Syarak itu tidaklah mesti dipanggil hudud atau undang-undang hudud atau mahkamah hudud. Tidak mesti. Perkataan hudud itu mengandungi makna yang umum sebagai aturan-aturan atau batasan-batasan.
Di dalam Al-Quran ada beberapa ungkapan berbunyi hududullah ertinya aturan-aturan hukum Allah atau batasan-batasan hukum Allah atau syariah Allah. Ia sebenarnya meliputi semua hukum-hakam termasuk di antaranya hukum puasa, hukum bersatu dengan isteri dalam bulan puasa, hukum nikah kahwin dan pendeknya semua hukum-hakam untuk mengatur kehidupan dalam ibadat, akidah dan syariah.
Semuanya itu adalah mendukung maksud "hududud Allah" tetapi dalam konteks hukum jenayah sekarang istilah hudud ini sudah jadi tidak digemari dan malah dibenci oleh orang-orang Islam, ia dijadikan sebagai momok dan alasan untuk menolak Undang-undang Jenayah yang dikanunkan oleh Allah.
Jadi kalau kita tidak mahu memakai istilah ini pun pada hemat Beta tidaklah ia menjadi masalah, kita boleh namakan dengan lain-lain seperti misalnya Undang-Undang Jenayah Syarak atau Undang-Undang Jenayah Islam atau Undang-Undang Jenayah Allah Ta'ala dan lain-lain asal saja selari dengan "hududullah" atau aturan atau batasan hukum-hukum Allah. Habis perkara, tidak perlu lagi disebut-sebut Undang-Undang Hududkah atau Mahkamah Hududkah. Tidak lagi perlu.
Beta pulangkan kepada pihak-pihak berkaitan untuk mengambil keputusan, carilah formula bijaksana, yang penting matlamat dicapai demi mendapatkan reda Allah. Sekian."
Taken from
http://www.mediapermata.com.bn/rabu/mar16t17.htm
Selaku raja, kepala negara dan juga ketua kerajaan Beta adalah bertanggungjawab di hadapan Allah bersama dengan para pembantu Beta dalam Negara dan dalam kerajaan.
Maka atas asas inilah apa-apa jua yang akan Beta luahkan pada pagi ini adalah demi untuk mencari keredaan Allah jua, tidak ada yang lain daripada itu.
Negara Brunei Darussalam adalah sebuah negara tua, menjadi Negara Islam semenjak dari sultan pertamanya lagi, Sultan Muhammad Syah, Tahun 1363-1402 M, sekitar sebelum 200 tahun setelah zaman Baginda, Brunei mulai menggubal undang-undangnya sendiri yang dikenali sebagai "Hukum Kanun Brunei."
Undang-undang ini dipercayai telahpun ditulis pada zaman pemerintahan Sultan Muhammad Hassan, tahun 1582-1598 M dan sempurna dilaksanakan serta dikuatkuasakan dalam zaman pemerintahan Sultan Abdul Jalilul Akbar, tahun 1598-1659 dan diteruskan lagi sebagai menjunjung wasiat daripada Sultan Abdul Jalilul Akbar oleh anakanda Baginda, Sultan Abdul Jalilul Jabbar tahun 1659-1660.
Ini menunjukkan Hukum Kanun Brunei pernah menjadi undang-undang dasar kepada Brunei dalam makna undang-undang ini telah pernah berjalan dengan luasnya di Negara Brunei Darussalam sehingga sampai kepada kedatangan dan campurtangan Inggeris kemudian ini turut diakui oleh orang Inggeris sendiri yang datang ke Brunei pada 1871 M.
Apa dia kandungan Hukum Kanun Brunei itu? Menurut para pengkaji ia adalah berasaskan undang-undang Islam di samping terdapat unsur undang-undang adat Melayu. Ia terdiri daripada lebih 40 fasal dan lebih separuh adalah mengandungi unsur-unsur Islam antaranya termasuk juga Undang-Undang Jenayah Syarak. Mengenai perkara undang-undang ini, Beta telahpun memperkenankan penubuhan sebuah jawatankuasa yang diberi nama Jawatankuasa Mensesuaikan Undang-undang Dengan Kehendak Ugama tertubuh dari tahun 1980 lagi, sudah berlalu 30 tahun usianya.
Di dalam satu munasabah, Beta pernah bertitah bunyinya "Dengan rasa keimanan yang bulat terdapat peraturan dan undang-undang Allah, maka Beta telah memperkenankan penubuhan mahkamah-mahkamah syariah sehingga ke tahap setinggi-tingginya, bagi menangani bukan saja pentadbiran undang-undang keluarga malahan juga di ketika yang sesuai dan munasabah akan juga mengendalikan Kanun Jenayah Islam (Islamic Criminal Act) selengkapnya, sebagaimana yang dituntut oleh Allah Ta'ala.
Beta penuh yakin niat yang baik ini akan menjadi sumber berkat kepada negara serta rakyat yang berlindung di dalamnya. Titah Beta bertarikh 15 Julai 1996 bersempena Hari Keputeraan Beta Ke-50 Tahun.
Dua sistem perundangan dan dua sistem kehakiman dengan berlakunya campurtangan Inggeris dan seterusnya menjadi kuasa penaung di Brunei telah menjadikan perundangan di Brunei turut mengalami perubahan, dengan Undang-Undang Islam yang luas dan menyeluruh tadi telah disempitkan menjadi cuma tinggal Undang-Undang Mal dan Keluarga saja berbanding Mahkamah Sivil yang ditubuhkan oleh Inggeris mempunyai bidang kuasanya yang lebih luas dan natijah daripada ini Brunei sekarang telah mewarisi dua sistem perundangan dan dua sistem kehakiman, syarak dan sivil.
Bagaimanapun, bagi perundangan dan kehakiman syarak yang ada ini, sudahkah ia memenuhi semua tuntutan syarak mengenainya? Jika belum, persoalan kita ialah Negara ini adalah Negara Islam, rajanya juga Islam, majoriti rakyatnya Islam dan kuasa memerintah juga di tangan orang Islam.
Atas kedudukan seperti ini dari segi tuntutan syarak apakah kita sudah boleh menganggap yang diri kita ini telah memenuhi tuntutan tersebut khasnya dalam bidang perundangan.
Apakah kita sudah boleh berpuas hati untuk menganggap bahawa kita ini telah memenuhi tuntutan syarak sehingga tidak perlu lagi risau akan tuntutan atau dituntut atau disoal oleh Allah di kemudian hari kelak?
Dalam makna apakah kita sudah layak untuk menganggap diri kita boleh terlepas dari risiko pahit seperti yang disebut oleh Al-Quran, Firman Allah Ta'ala:
Surah Al-Ma'idah Ayat 44 tafsirnya, "Barangsiapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah dalam makna mengingkarinya maka mereka itu adalah orang-orang kafir."
Surah Al-Ma'idah Ayat 45 tafsirnya, "Barangsiapa yang tidak menghukum dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim."
Surah Al-Ma'idah Ayat 47 tafsirnya, "Barangsiapa yang tidak menghukum dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik."
Apakah kita sudah boleh berpuas hati dan yakin bahawa kita dalam kedudukan sekarang ini akan dapat terlepas daripada amaran-amaran Allah itu?
Dengan segala kejujuran terhadap Allah, kita rasanya belumlah dapat membuat pengakuan berpuas hati memandangkan kita sekarang baru memiliki akta undang-undang biasa saja tanpa belum lagi secara khusus memiliki akta undang-undang jenayah syariah.
Tidakkah dengan kedudukan kita seperti ini kita masih saja diambang harus untuk menerima akibat buruk seperti yang disebut oleh ayat-ayat tersebut di atas kerana kita dalam perkara perundangan hanya baru masih memenuhi sebahagian saja tuntutan syarak sementara sebahagiannya lagi belum.
Walhal di sana ada peringatan Allah dalam Surah Al-Baqarah Ayat 85 tafsirnya, "Adakah patut kamu hanya akan percaya kepada sebahagian dari isi kitab Allah dan mengingkari sebahagian yang lain. Maka tiadalah balasan bagi sesiapa yang berbuat demikian itu di antara kamu melainkan hanyalah kehinaan ketika hidup di dunia jua dan pada hari kiamat pula akan ditolak ke dalam azab seksa yang sangat berat, dan ingatlah Allah sesekali tidak lalai dengan apa-apa yang kamu lakukan."
Pada hemat Beta, dengan kita mempunyai dua sistem perundangan dan dua sistem kehakiman, syarak dan sivil, adalah tiada masalah jika ia dikekalkan berjalan seiring.
Yang sivil saja kita sudah banyak mensesuaikan dengan kehendak ugama, lagipun bukan semua sivil itu bertentangan dengan syarak. Mana-mana yang tidak bertentangan dengan syarak kita kekalkan ia, sementara yang bertentangan saja kita sesuaikan dengan kehendak syarak.
Matlamat kita cuma untuk mencari yang terbaik di dunia dan di akhirat.
Khusus mengenai Undang-Undang Jenayah Syarak, hanya ini saja lagi yang kita masih menelitinya.
Pada hemat Beta, Akta Jenayah Syarak tidak akan ada masalah jika kita memilikinya, di samping terus mengekalkan apa yang ada.
Kita perlu menelitinya dengan alasan-alasan berikut:
Kerana ia adalah undang-undang Allah dan kita dituntut supaya melaksanakannya. Kita selaku hamba yang beriman tidak ada pilihan lain melainkan wajib mentaati suruhan Allah.
Brunei bukanlah baru dengan Undang-Undang Allah tetapi sejak sebelum Abad Ke-17 lagi sudah pun memakainya, hanya oleh kerana campurtangan dari kuasa asing maka Brunei terpaksa atau lebih tepat dipaksa untuk meninggalkannya.
Sekarang Brunei sudah pun merdeka, berkuasa penuh untuk menguruskan dirinya sendiri dan dengan kuasa memerintah pula berada dalam tangan orang Islam, maka tidakkah bagi penguasa Islam dan umat Islam yang bernaung di bawahnya wajib untuk mengembalikan semula Undang-Undang Allah itu di bumi ini.
Kalau tidak, bererti kita semua berdosa dan akan ditanya di akhirat kelak.
Dalam masa jika Brunei memiliki undang-undang jenayah syariahnya ia juga boleh terus mengekalkan undang-undang yang sedia ada. Malah ia adalah mustahak. Mengapa? Kerana ke arah perlaksanaan Undang-Undang Jenayah Syarak itu bukanlah suatu perkara yang mudah tetapi amat sukar. Mengapa ia sukar? Kerana syarat-syaratnya terlampau ketat.
Seperti syarat keterangan bagi pensabitan satu-satu kes ia sungguh susah untuk dipenuhi. Misalnya bagi jenayah zina mesti ada 4 orang saksi lelaki Islam yang adil, yang mengaku menyaksikan keluar masuk alat lelaki ke dalam alat perempuan, yakni keempat-empat saksi itu mestilah sama-sama melihat keadaan dan perkara itu.
Jika tiga saksi saja misalnya yang melihat dan yang seorang lagi tidak, maka ini dianggap tidak memadai.Begitulah ketatnya syarat-syarat kesaksian bagi jenayah syarak itu sehingga ada yang menganggapnya sebagai mustahil untuk dapat memperolehnya.
Dalam masa yang sama kesusahan ini terjadi adalah sebagai rahmat Allah jua kepada manusia untuk menutupi aib manusia.
Walaupun ia tidak mudah dilaksanakan atau seperti mustahil untuk dapat dilaksanakan namun ia tetap dituntut untuk kita mempunyainya Akta Jenayah Syarak itu. Jika tidak pun tidak dapat dilaksanakan dalam keadaan-keadaan biasa tetapi mungkin dalam keadaan luar biasa yang tidak diduga seperti misalnya seorang mengaku berzina dan minta untuk diadili dengan undang-undang syarak maka pada ketika itulah akta ini diperlukan.
Tetapi bayangkan kalau kita tidak mempunyai, dengan apakah kita akan menyelesaikan masalah ini?
Mengingat sukarnya Undang-Undang Jenayah Syarak itu untuk dapat dilaksanakan tidakkah pula masih relevan jadinya undang-undang yang sedia ada sekarang dikekalkan dulu.
Mana-mana kes Jenayah Syarak akan dinilai terlebih dulu sama ada boleh, sesuai, mencukupi syarat-syarat untuk ditangani dengan Akta Jenayah Syarak ataupun tidak. Kalau tidak maka ia akan ditangani dengan undang-undang biasa yang ada sekarang, tetapi setelah ia dirujuk kepada Undang-undang Syarak terlebih dulu.
Ini berbeza dengan keadaan sekarang. Kita sekarang belum ada lagi mempunyai Akta Jenayah Syarak, makanya apabila ada kes, kita akan terus saja menangani dengan undang-undang biasa yang ada itu padahal Undang-Undang Syaraknya ada berupa Nas tersebut dalam Al-Quran dan dituntut kita melaksanakannya.
Apakah cara kita selama ini betul dan dibenarkan oleh syarak? Beta pulangkan kepada ahli-ahlinya.
Pada hemat Beta, untuk menangani jenayah sekarang itu kita wajar mempunyai akta sendiri yang benar-benar merujuk kepada hukum syarak, sementara akta yang ada sekarang juga dikekalkan untuk menangani sekiranya kes itu tidak sesuai atau tidak mencukupi syarat untuk ditangani dengan undang-undang syarak.
Kerana jika tidak begitu semua kes boleh dibatalkan begitu saja dan ini tentu akan mengundang kepada keadaan-keadaan tidak menentu di dalam masyarakat di mana semua tangkapan-tangkapan misalnya di bawah Bab-bab 177 dan 178 Akta Majlis Ugama Islam dan Mahkamah-Mahkamah Kadi Penggal 77 tidak boleh berjalan, dan jika tidak boleh berjalan ertinya jenayah-jenayah khalwat dan zina akan berleluasa jadinya.
Maka dengan itu Beta berpendapat akta yang ada masa ini pun masih relevan untuk dikekalkan di samping kita perlu juga ada Akta Jenayah Syarak sebagai middlenya bagi masa-masa tertentu, ia masih boleh dipakai.
Mudah-mudahan dengan cara ini Allah akan melapangkan kita daripada azabnya kerana tidak melaksanakan undang-undang.
Adapun tentang istilah atau nama bagi undang-undang Jenayah Syarak itu tidaklah mesti dipanggil hudud atau undang-undang hudud atau mahkamah hudud. Tidak mesti. Perkataan hudud itu mengandungi makna yang umum sebagai aturan-aturan atau batasan-batasan.
Di dalam Al-Quran ada beberapa ungkapan berbunyi hududullah ertinya aturan-aturan hukum Allah atau batasan-batasan hukum Allah atau syariah Allah. Ia sebenarnya meliputi semua hukum-hakam termasuk di antaranya hukum puasa, hukum bersatu dengan isteri dalam bulan puasa, hukum nikah kahwin dan pendeknya semua hukum-hakam untuk mengatur kehidupan dalam ibadat, akidah dan syariah.
Semuanya itu adalah mendukung maksud "hududud Allah" tetapi dalam konteks hukum jenayah sekarang istilah hudud ini sudah jadi tidak digemari dan malah dibenci oleh orang-orang Islam, ia dijadikan sebagai momok dan alasan untuk menolak Undang-undang Jenayah yang dikanunkan oleh Allah.
Jadi kalau kita tidak mahu memakai istilah ini pun pada hemat Beta tidaklah ia menjadi masalah, kita boleh namakan dengan lain-lain seperti misalnya Undang-Undang Jenayah Syarak atau Undang-Undang Jenayah Islam atau Undang-Undang Jenayah Allah Ta'ala dan lain-lain asal saja selari dengan "hududullah" atau aturan atau batasan hukum-hukum Allah. Habis perkara, tidak perlu lagi disebut-sebut Undang-Undang Hududkah atau Mahkamah Hududkah. Tidak lagi perlu.
Beta pulangkan kepada pihak-pihak berkaitan untuk mengambil keputusan, carilah formula bijaksana, yang penting matlamat dicapai demi mendapatkan reda Allah. Sekian."
Taken from
http://www.mediapermata.com.bn/rabu/mar16t17.htm
Friday, March 11, 2011
Video Clip Alhamdulillah (Idola Cilik)
Alhamdulillaah~ Wa syukrulillaah~ Bersyukur, padamu yaa Allaah~ Kau jadikan, kami saudara~ ♥
Sunday, March 6, 2011
Tuesday, March 1, 2011
Jangan Bersedih, Sesungguhnya Allah Bersama Kita!
Allaah... Bersyukurlah wahai diri...
Apabila kita semakin dekat dengan Allah, itu juga adalah salah satu rezeki dariNya yang tidak terkira.
Subscribe to:
Posts (Atom)